Etika Menggunakan Media Sosial Ketika ada Kecelakaan dan Bencana Media sosial dan kanal pemberitaan ramai dengan kabar meninggalnya Vanessa Angel dan suaminya, Bibi Ardiansyah akibat kecelakaan lalu lintas. Berita duka dari pasangan ini begitu mengejutkan publik dan tak disangka.

Respon yang muncul juga beragam mulai dari ucapan duka cita, kenangan soal sosok keduanya sampai berita soal kecelakaan yang terjadi. Hal ini menyebabkan berbagai unggahan foto dan video kecelakaan tersebut beredar luas di media sosial. Begitu masifnya sehingga keluarga pasangan ini sampai harus meminta warganet untuk tak lagi menyebarluaskan konten tersebut.

Etika bermedia sosial ketika ada kabar duka

Pemberitaan yang masif adalah hal yang pasti ketika ada berita duka, tragedi dan bencana yang menyedit perhatian publik. Biasanya ini juga berkaitan dengan publik figure yang dianggap terkenal. Sayangnya, kabar duka seringkali direspon dengan kurang baik oleh warganet maupun pengguna media sosial di Indonesia. Berdalih berbagai informasi, banyak konten tidak etis yang kemudian disebarkan lewat Facebook, Twitter maupun status Whatsapp.

Misalnya saja menyebarkan foto korban, mendramatisasi kesedihan keluarga maupun menyebarkan berita misinformasi atau disinformasi. Banyak juga yang seketika menjadi pakar dengan memberikan analisis yang bersifat spekulatif serta tidak akurat. Tak hanya warganet, media arus utama juga kadangkala tak luput dari kesediahan tersebut. Pemberitaan masif yang tidak etis ini tentunya menunjukkan kurangnya empati yang kita miliki. Ada perasaan keluarga maupun hak pribadi korban yang kita langgar dengan eksploitasi konten tersebut.

Jadi, bagaimana kita seharunya menggunakan media sosial ketika ada kabar tidak menyenangkan? Ketahui etikanya berikut ini yang dikutip dari cuitan Center for Digital Society (CfDS), pusat studi yang fokus pada teknologi digital di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Minim konten kesedihan

Jangan terburu-buru menyebarkan konten yang mengeksploitasi emosi kesedihan, termasuk yang didramatisasi. Misalnya video masa lalu korban, firasat atau menggunakan lagu yang sedih. Konten bersifat kesedihan yang masif dapat menyebabkan trauma berkepanjangan, khususnya bagi korban dan keluarganya. Jika berniat berbagai informasi, pastikan mengunggah berita berupa liputan dan usahakan mencari konten yang sifatnya menjelaskan tragedi. Pilih yang isinya bersifat general dan informatif, bukan spesifik pada emosi kesedihan.

Jangan eksploitasi korban dan keluarganya

Kerapkali, media dan warganet memperlihatkan foto-foto jenazah maupun korban luka-luka dari bencana. Banyak juga yang memberikan komentar negatif soal perilaku maupun tindakan yang mengarah pada tragedi tersebut. Hal itu tidak dibenarkan karena dapat mengeksploitasi korban dan keluarganya sehingga membuat perasaan mereka menjadi lebih buruk. Hindari menyebarkan konten-konten seperti itu, apalagi berspekulasi tentang perasaan dan firasat sebelum kejadian.

Tayangkan keberhasilan tim penyelamat dan berita positif

Akan jauh lebih bijaksana apabila kita memilih untuk lebih banyak membagikan berita yang positif. Misalnya saja kemajuan tim penyelamat atau keberhasilan ketika menghadapi bencana tersebut. Bisa juga mengunggah berita yang menunjukkan titik terang dari bencana atau informasi terbaru soal tragedi tersebut. Tujuannya untuk menangkal berbagai narasi kesedihan yang banyak bereda di media sosial.

Cek fakta

Etika paling utama dalam bermedia sosial di masa duka adalah memastikan faktanya sebelum dibagikan ulang. Pastikan untuk selalu menyaring berita-berita terkait bencana atau tragedi tersebut. Kita harus mewaspadai berbagai komentar atau opini yang bersikap spekulatif, bahkan disinformasi yang biasanya akan banyak beredar. Penting juga menyadari bahwa kita bukanlah pakar atau ahli di bidang yang dibicarakan. Jangan sampai memberikan komentar spekulatif yang mencoba untuk menganalisis bencana atau tragedi tersebut.

Etika Menggunakan Media Sosial Ketika ada Kecelakaan dan Bencana

Sumber: https://www.kompas.com/